Artikel TMMB

Perkembangan pers di Indonesia dan di Dunia

Negara demokrasi adalah Negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang dapat memenuhi hak dasar rakyat  dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Salah satu hak rakyat adalah dapat meyampaikan argumen-argumen yag mereka pikirkan, baik secara lisan maupun tulis.

Pers sendiri adalah suatu sarana bagi masyarakat untuk berbicara/mengapresiasikan ungkapannya dan ungkapan yang sangat penting dalam Negara demokrasi.

Dalam perkembangan pers Indonesia, menurut saya dari sisi pemberitaan lebih berani “brutal” dan terbuka. Lebih banyak bermunculan pers-pers baru, dengan harapan lebih bisa mengawal dalam proses demokrasi dan pembangunan dalam suatu wilayah tersebut. Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik Indonesia. Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi 3 golongan, yaitu pers Koloni, pers Cina, dan Nasional.

1. Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia.

2. Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia.

3. Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang0orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan peruntukan bagi orang Indonesia.

Dimasa ini kebebasan jurnalistik berubah secara drastic menjadi kemerdekaan jurnalistik. Departemen penerangan sebagai malaikat pencabut nyawa pers dengan serta merta dibubarkan. Dalam era reformasi kemrdekaan pers bener-bener dijamain dan senantiasa diperjuangkan untuk diwujudkan.

Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Era reformasi ditandai dengan terbukannya kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ.

Habibie proses melibatkan 3 tahap saja. Semua komponen sepakat dan memiliki komitmen yang sama, pers harus hidup dan merdeka. Hidup menurut kaidah manajemen dan perusahaan sebagai lembaga ekonomi. Mereka menuntut kaidah demokrasi, hak asasi manusia dan tentu saja dalam hukum juga.

Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman pers di Indonesia.

Sejarah dan perkembangan pers Indonesia tak lepas dari pengaruh bangsa Barat puluhan tahun silam. Ketika itu bangsa Baratlah yang berjasa melopori hadirnya pers di Indonesia. Yang paling marak pada waktu itu adalah surat kabar atau koran.

Menurut catatan sejarah, akr kehidupan pers di Indonesia sudah ada pada abad ke-17, ketika itu sudah terbit beberapa surat kabar. Pada waktu itu fungsi pers adalah sebagai pencatat peristiwa yang terjadi. Kemudian, akhir abad ke-19, pers di Indonesia hanya berjalan sekadarnya atau tidak ada perkembangan yang signifikan.

Memasuki abad ke-20, geliat pers di Indonesia mulai ada perkembangan. Saat itu, pers mulai mengangkat isu-isu tentang berjamannya pemerintah dan tanggapan masyarakat terhadap kinerja pemerintah sehingga pers mulai menghangat. Kriti0kritik terhadap pemerintah, terutama yang dijalankan oleh Hindia Belanda semakin marak.

Setelah terbit surat kabar pertama yang dikelola pribumi, yaitu Medan Prijaji, pada 1903. dunia pers Indonesia semakin berkembang sajak saat itu, muncul kesadaran bahwa keberadaan pers sangat penting untuk ngutarakan apresiasi masyarakat. Masyarakat pun menjadi lebih berani untuk melakukan perlawanan melalui media koran sehingga pers semakin panas.

Lalu, sampailah pada masa kemerdekaan. Saat itu pers memang berperan besar dalam menyebarkan berita kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah itu, semakin bermunculan surat kabar yang didirikan secara independent, kemudian berkembang pesat dan merasional. Pilihan media pada masa Orde Lama mulai beragam dan bersaing secara sehat.

Setelah euphoria itu, ruang gerak pers agak dibatasi. Pemerintah mulai melakukan pengaturan terhadap pers. Kebebasan pers mulai diusik oleh kepentingan pemerintah Orde Lama. Ruang gerak pers memang tidak terlalu dibatasi. Akan tetapi, tercatat ada buku yang dilarang terbit ketika itu. Hal ini menunjukan bahwa berpendapat mulai dibatasi.

Puncaknya terjadi ketika era Orde Baru. Pemerintah Orde Baru Cenderung dictator dan sangat membatasi kebebasan berpendapat. Orang-orang  yang berani melakukan kritik terhadap pemerintah akan ditindak tegas. Pembredelan pers adalah barang yang lazim terjadi, penculikan wartawan kerapkali terjadi.

Bahkan pers bukan lagi berperan sebagai media yang bebas menyampaikan berita. Melainkan sudah diambil alih untuk mempromosikan program pemerintah dan sebagian media promosi. Pers benar-benar tidak bisa berbuat banyak pada Orde Baru.

Setelah masa Orde Baru, pers di Indonesia menunjukan perkembangan yang sangat signifikan. Pers mulai menemukan fungsi dan peran utamanya. Kebebasan pers tidak dibatasi lagi. Saat ini, semakin banyak pilihan media untuk kita konsumsi, baik media cetak maupun elektrinik. Hal menjadi bukti bahwa pers Indi=onesia berkembang sangat cepat.

Seperti idealnya sebuah surat kabar, isinya tentu saja mengenaikeadaan yang sedang terjadi di tanah air pada saat itu. Pada masa colonial, kita tentunya tahu bagaimana kesengsaraan masyarakat Indonesia si tengah penjara. Seiring dengan perkembangannya sampai tahun 1776 pers Indonesia telah banyak mengankat mengenai permasalahan politik sampai pada akhir abad ke-19 setelah Indonesia merdeka, mengenai kekejaman Kolonial Belanda.

Kemunculan surat kabar tersebut , tentu saja membuat khawatir mereka karena dapat memicu pemberontakan dari masyarakat Indonesia . Oleh Karena itu , maka kegiatan pers Indonesia di hentikan oleh Kolonial Belanda pada tahun tersebut sampai pada akhir abad ke-19 setelah Indonesia merdeka.

Pada zaman Orde Baru, pers Indonesia dapat berkembang sacara signifikan karena mempunyai ruang yang lebih dalam memuat berita yang di dapatkan, dari pada zaman penjajahan Belanda. Namun tetap saja, duniapers tetap terkukung oleh penguasa karena keberadaanya dalam pengungkapan kebenaran, yang pada saat itu masih tertutup oleh penguasa.

Ada banyak berita manipulasi yang dibuat pada saat itu untuk melindungi pemerintah orde baru. Media massa yang mencoba untuk mengungkapkan fakta yang sesungguhnya pada masyarakat harus menerima knyataan pahit akan teror tiada henti yang dilakukan oleh pemerintah. Tidak jarang pula nyawa seorang reporter ataupun petinggi redaksi media massa menjadi taruhannya.

Pengekangan terhadap dunia pers masih terus berjalan hingga pada saat tercetusnya reformasi pada 1998. sejak saat itu, pers Indonesia mulai berani untuk bersuara dan setiap mulai berlomba-lomba untuk mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya kepada masyarakat.

Peranan dunia pers sangat penting artinya bagi Negara kita. Indonesia adalah Negara demokrasi yang menjunjung tinggi partisipasi seluruh rakyatnya dalam menentukan arah Negara ini bersama dengan pemerintah. Masyarakat tidak bisa lagi dikontrol oleh penguasa seperti pada zaman colonial Belanda dan Orde Baru.

Pers adalah salah satu kekuatan rakyat yang bisa diandalkan untuk mengontrol perilaku penguasa untuk selalu ingat akan tugas besar yang diembannya kepada masyarakat. Perkembangan pers baik di Indonesia dan juga seluruh dunia telah menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia pemerintahan ideal yang demokratif.

Model Alternatif Kekuasaan Media

Unsur Dominatif Pluralistik
Sumber masyarakat Kelas penguasa Berbagai kelompok politik, sosial, dan budaya yang saling bersaing.
Media Dimiliki segelintir orang:tipenya seragam Banyak dan independen satu sama lain
Produksi Distandarisasi, rutin dan dikontrol Kreatif, bebas dan asli
Isi dan cara pandang Selektif, dan saling berkaitan dan ditentukan dari “atas” Berbagai pandangan dan saling bersaing; tanggap terhadap keinginan khalayak
Khalayak Dependen, pasif dan diorganisasi dalam skala besar Terpisah-pisah, selektif, reaktif dan aktif
Efek Besar; mempertegas tatanan sosial yang sudah mapan Beraneka ragam; tidak konsisten dan tanpa keteramalan (prediktibilitas) arah, tetapi sering kali „tanpa efek“

Teori Pers Otoritarian (Authoritarian pers)
Muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans, segera setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam masyarakat seperti itu, kebenaran dianggap bukanlah hasil dari masa rakyat, tetapi dari sekelompok kecil orang –orang bijak yang berkedudukan membimbing dan mengarahkan pengikut-pengikut mereka.

Jadi kebenaran dianggap harus diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan. Dengan demikian pers difungsikan dari atas ke bawah. Penguasa-penguasa waktu itu menggunakan pers untuk memberi informasi kepada rakyat tentang kebijakan-kebijakan penguasa yang harus didukung. Hanya dengan ijin khusus pers boleh dimiliki oleh swasta, dan ijin ini dapat dicabut kapan saja terlihat tanggungjawab mendukung kebijaksanaan pekerjaan tidak dilaksanakan.

Kegiatan penerbitan dengan demikian merupakan semacam persetujuan antara pemegang kekuasaan dengan penerbit, dimana pertama memberikan sebuah hak monopoli dan ang terakhir memberikan dukungan. Tetapi pemegang kekuasaan mempunyai hak untuk membuat dan merubah kebijaksanaan, hak memberi ijin dan kadang-kadang menyensor. Jelas bahwa konsep pers seperti ini menghilangkan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan pemerintahan.

Praktek-praktek otoritarian masih ditemukan di seluruh bagian dunia walalupun telah ada dipakai teori lain, dalam ucapan kalaupun tidak dalam perbuatan, oleh sebagian besar Negara komunis.

Intinya kebenaran dianggap harus diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan. Penguasa dalam menjalankan kekuasaannya menggunakan pers sebagai alat untuk memberi informasi kepada rakyat tentang kebijakan-kebijakan penguasa yang harus didukung. Hanya dengan ijin khusus penguasa pers boleh dimiliki oleh swasta, dan ijin ini dapat dicabut kapan saja tergantung dari bagaimana pers tersebut menjalankan fungsinya, apakah mendukung atau malah membelot dari kebijakan pemerintah.

Kegiatan penerbitan lembaga pers pada masa ini haruslah mengacu pada kontrak persetujuan antara pemegang kekuasaan dengan penerbit. Isi perjanjianpun selalu menyamping pada kepentingan penguasa, dimana pertama memberikan sebuah hak monopoli kepada penerbit dan yang terakhir memberikan dukungan terhadap kebijakan penguasa.

Yang lebih ironis ialah para pemegang kekuasaan mempunyai hak untuk membuat dan merubah kebijaksanaan yang telah disepakati sebelumnya. Penguasa pun memiliki hak untuk menyensor isi pemberitaan yang akan diterbitkan. Hal ini jelas kontras dengan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan juga dalam menyampaikan kebenaran objektif kepada masyarakat. Informasi yang diterbitkan adalah kontaminasi dari kepentingan para pemegang kekuasaan.

Secara umum, pers masa Otoritarian memiliki ciri antara lain sebagai berikut:
1. Kebenaran adalah milik pemegang kekuasaan.
2. Pers diatur oleh penguasa sehingga pers kehilangan fungsinya sebagai media kontrol terhadap pemerintahan.
3. Isi pemberitaan harus mendukung kebijakan pemerintah dan tidak boleh membelot dari kepentingan penguasa.
4. Penguasa memiliki kewenangan untuk menyensor isi pemberitaan sebelum dicetak.

Teori Pers Libertarian (Libertarian theory)
Teori ini memutarbalikkan posisi manusia dan Negara sebagaimana yang dianggap oleh teori Otoritarian. Manusia tidak lagi dianggap sebagai mahluk berakal yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, antara alternative yang lebih baik dengan yang lebih buruk, jika dihadapkan pada bukti-bukti yang bertentangan dengan pilihan-pilihan alternative.

Kebenaran tidak lagi dianggap sebagai milik penguasa. Melainkan, hak mencari kebenaran adalah salah satu hak asasi manusia. Pers dianggap sebagai mitra dalam mencari kebenaran.Dalam teori Libertarian, pers bukan instrument pemerintah, melainkan sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argument-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.

Dengan demikian, pers seharusnya bebas sari pengawasan dan pengaruh pemerintah. Agar kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat kesempatan yang sama untuk didengar, harus ada pasar bebas pemikiran-pemikiran dan informasi. Baik kaum minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus dapat menggunakan pers.

Sebagian besar Negara non komunis, paling tidak di bibir saja, telah menerima teori pers Libertarian. Tetapi pada abad ini telah ada aliran-aliran perubahan. Aliran ini berbentuk sebuah Otoritarianisme baru di Negara-negara komunis dan sebuah kecenderungan kearah Liberitarianisme baru di Negara-negara non komunis.

Teori Pers Tanggung jawab Sosial (The Social Responsibility pers)
Teori ini diberlakukan sedemikian rupa oleh beberapa sebagian pers. Teori Tanggungjawab social punya asumsi utama : bahwa kebebasan, mengandung didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan dan pers yang telah menikmati kedudukan terhormat dalam pemerintahan Amerika Serikat, harus bertanggungjawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam masyarakat modern.

Asal saja pers tau tanggungjawabnya dan menjadikan itu landasan kebijaksanaan operasional mereka, maka system libertarian akan dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Jika pers tidak mau menerima tanggungjawabnya, maka harus ada badan lain dalam masyarakat yang menjalankan fungsi komunikasi massa.

Pada dasarnya fungsi pers dibawah teori tanggungjawab social sama dengan fungsi pers dalam teori Libertarian. Digambarkan ada enam tugas pers :
1. Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
2. Memberi penerangan kepada masyarakat, sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri.
3. Menjadi penjaga hak-hak perorangan dengan bertindak sebagai anjing penjaga yang mengawasi pemerintah.
4. Melayani system ekonomi dengan mempertemukan pembeli dan penjual barang atau jasa melalui medium periklanan,
5. Menyediakan hiburan
6. mengusahakan sendiri biaya financial, demikian rupa sehingga bebas dari tekanan-tekanan orang yang punya kepentingan.

Dalam teori Libertarian, pers bukanlah lagi instrument pemerintah yang dijadikan alat penopang kekuasaan melainkan berperan sebagai kontrol pemerintahan. Pers pada masa ini berperan sebagai sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.

Teori Libertarian lahir pada saat tumbuhnya demokrasi politik dan paham kebebasan yang berkembang pada abad ke-17. Hal ini muncul sebagai akibat revolusi industri dan digunakannya sistem ekonomi laissez-faire.

Masih banyak kasus yang lain hingga puncaknya pada 1998 saat terjadinya aksi unjuk rasa besar-besaran mahasiswa, pers dianggap membesarkan isu kerusuhan.

Teori Pers Soviet Komunis (The Soviet Communist theory)

Dalam teori Soviet, kekuasaan itu bersifat sosial, berada di orang-orang, sembunyi di lembaga-lembaga sosial dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan masyarakat. Kekuasaan itu mencapai puncaknya (a) jika digabungkan dengan semberdaya alam dan kemudahan produksi dan distribusi , dan (b) jika ia diorganisir dan diarahkan.

Partai Komunis memiliki kekuatan organisasi ini. partai tidak hanya menylipkan dirinya sendiri ke posisi pemimpin massa; dalam pengertian yang sesungguhnya, Partai menciptakan massa dengan mengorganisirnya dengan membentuk organ-organ akses dan kontrol yang merubah sebuah populasi tersebar menjadi sebuah sumber kekuatan yang termobilisir.

Partai mengganggap dirinya sebagai suatu staf umum bagi masa pekerja. Menjadi doktrin dasar, mata dan telinga bagi massa. Negara Soviet bergerak dengan program-program paksaan dan bujukan yang simultan dan terkoordinir. Pembujukan adalah tanggungjawabnya para agitator, propagandis dan media. Komunikasi massa digunakan secara instrumental, yaitu sebagai instrumen negara dan partai. Komunikasi massa secara erat terintegrasi dengan instrumen-instrumen lainnya dari kekuasaan negara dan pengaruh partai.

Komunikasi massa digunakan untuk instrumen persatuan di dalam negara dan di dalam partai. Komunikasi massa hampir secara ekslusif digunakan sebagai instrumen propaganda dan agitasi. Komunikasi massa ini punya ciri adanya tanggungjawab yang dipaksakan.

Tugas pokok pers dalam system pers komunis adalah menyokong, menyukseskan, dan menjaga kontinuitas system social Soviet atau pemerintah partai. Dan fungsi pers komunis itu sendiri adalah memberi bimbingan secara cermat kepada masyarakat agar terbebas dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat menjauhkan masyarakat dari cita-cita partai.

Antara teori totalitarian dengan teori otoritarian sama-sama menggunakan kata kebebasan untuk masyarakat. Namun kebebasan masyarakat bagi otoritarian adalah kepentingan bisnis, sedangkan bagi totalitarian berarti kepentingan partai.

Dalam hal ini, pers Soviet harus melakukan apa yang terbaik bagi partai dan mendukung partai sebagai sikap dan perbuatan moral yang berorientasi pada kepentingan rakyat (manifestasi kehendak rakyat). Teori ini berpegang pada asas kebenaran berdasarkan teori Marxis.

Pers Soviet bekerja sepenuhnya sebagai alat penguasa, yang dalam hal ini adalah partai komunis. Dimana “Partai Komunis” tersebut dalam pengertian Marxis adalah rakyat. berdasarkan pemahaman itu pers harus mengikuti kebenaran rakyat, yaitu partai yang substansinya adalah pemerintah.

Negara di kawasan ASEAN yang dianut Thailand, Singapura, dan Malaysia, Brunai, Laos tidak memilii undang-undang pers yang dianut. Teori Libertarian dianut oleh inggris.

Sebagian wilayah Malaysia dan India menganut Otoritarian, RRC menganut komunis praktis. Negara Eropa, America, Australia, Denmark menganut pers liberal. Sepanyol, Yunani, India, Kolombia, Turki, Veneswela, Srilangka, dan Portugal yang dianut Otoritarian. Amerika serikat, Inggris, kanada, swedia, Jerman, Belanda, Belgia, Prancis, Australia sebagian Negara-negara tersebut menganut pers liberal.

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar

  • Profil

  • Twitter

  • Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima pemberitahuan tentang tulisan baru melalui surat elektronik.

    Bergabung dengan 3 pelanggan lain